Tuesday, November 3, 2015

"Kelebba Maja", sepotong surga di Pulau Sabu

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya saya bisa mengunjungi Pulau Sabu yang merupakan salah satu pulau kecil di Indonesia yang memiliki segala keunikannya. Untuk mengunjungi Pulau Sabu, anda harus terbang dulu ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya dari Kupang ada tiga pilihan transportasi menuju Sabu. Pertama adalah dengan pesawat Susi Air, ini adalah cara tercepat dan termahal mencapai Kota Seba (Ibu kota Kabupaten Sabu Raijua) tapi dengan jadwal yang pasti. Susi Air terbang ke Sabu setiap hari dengan kapasitas penumpangnya hanya 12 orang. Kedua dengan kapal cepat yang berangkat dari pelabuhan Tenau dengan lama perjalanan sekitar 4 jam. Sayangnya kapal cepat ini hanya beroperasi seminggu dua kali, yaitu hari senin dan jumat berangkat dari Kupang dan kembali ke Kupang keesokan harinya (selasa dan sabtu). Pilihan terkahir yaitu dengan kapal ferry yang berangkat dari pelabuhan Bolok, dengan lama perjalanan sekitar 14 jam.Ferry ini juga hanya beroperasi seminggu dua kali, yaitu senin dan jumat.



Kami menginap di sebuah hotel yang sederhana dan cukup nyaman yang letaknya tidak jauh dari pantai Napae. Pantai Napae berlokasi di Kecamatan Sabu Barat, letak wisata ini tidak jauh dari Pelabuhan Laut Seba dan Bandar Udara Tardamu. Hal ini memudahkan wisatawan untuk menjangkau destinasi ini ketika berada di Sabu Barat. Pasir putih kecoklatan sepanjang bibir pantai menjadi daya tarik bagi wisatawan. Kontur pantai ini landai dan ombaknya tidak begitu besar sehingga aman untuk berenang ataupun bermain air. Lokasi wisata ini juga dilengkapi fasilitas seperti lopo (sebutan masyarakat setempat untuk Gazebo) berarsitek khas Sabu dengan atap dari daun lontar dan alang-alang. Karena menghadap ke barat, Pantai Napae merupakan lokasi yang tepat untuk melihat panorama matahari terbenam (sunset).

                                        sunset di pantai napae

                                                siang hari di pantai napae

                                                   Lopo di pantai Napae



Setelah seminggu berada disini untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tujuan utama kami datang ke Kabupaten Sabu Raijua, kami berkesempatan untuk mengunjungi surga kecil tersembunyi di Pulau Sabu. Perjalanan kami mulai dari Kota Seba pada pukul 13.00 WITA. Sekitar 10 Km dari kota Seba, kami singgah di Kecamatan Hawu Mehara. Disini terdapat tempat wisata yang bernama Gua Lie Madira. Sesampainya di tempat ini ternyata pintu masuk ke gua ini masih dalam keadaan terkunci, dan salah satu dari teman kami harus menjemput Ibu penjaga gua ini di rumahnya. Di sekitar objek wisata Lie Madira terdapat fasilitas lopo yang disiapkan bagi pengunjung. Sembari menunggu, kami beristirahat di lopo dan berfoto di depan Lie Madira.


                                             Gua Lie Madira                              

Rasanya ingin segera memasuki Lie Madira dan melihat panorama alam yang disuguhkan tempat ini. Ibu penjaga Lie madira pun datang, dan segera menuntun kami memasuki gua ini dengan membawa lampu senter. Gua ini tidak dilengkapi dengan lampu, karena penduduk sekitar masih menjaga keaslian tempat ini. Jadi jika ingin memasukinya maka harus membawa senter untuk penerangan. Menyusuri gua ini merupakan tantangan tersendiri bagi mereka yang berjiwa petualang. Stalakmit dan stalaktit menjadi pemandangan yang luar biasa saat kami menyusuri gua ini. Sungguh menakjubkan, disela-sela dinding terdapat akar pohon yang menempel, yang kita tak kan tahu sampai dimana ujungnya. Lie Madira merupakan gua alam dimana dalam gua tersebut terdapat kolam air. Konstruksi gua yang berlekak lekuk serta air yang jernih menjadi tempat pemandian yang asyik dan menyenangkan. Tak ada salahnya sekedar membasuh muka beberapa kali untuk merasakan kesegaran air di tempat ini.

Perjalanan kami lanjutkan menuju Kelebba Maja yang terletak di desa Raerobo. Kondisi jalan yang tidak terlalu bagus dan berkelak kelok, aspal jalan yang mulai terkelupas disana disini menjadi teman perjalanan kami. Di sebelah kiri pemandangan laut nan jauh tapi terliaht biru menawan. Bukit-bukit yang banyak ditanami tanaman nira merupakan pemandangan khas di pulau ini. Penduduk sekitar banyak memanfaatkan pohon nira untuk dijadikan sebagai gula semut dan gula sabu. Sesekali kami jumpai rumah asli penduduk sabu yang belum terjamah oleh modernisasi. Anak-anak kecil menggendong jeriken yang berisikan air. Inilah pemandangan dan keasrian sabu yang jarang kita temui di tempat lain. Jalan aspal pun sudah tergantikan oleh jalan beton. Jalannya pun tidak rata hanya di sebelah kanan dan kiri, pas untuk posisi ban mobil kita. Sesekali kita harus menyeberangi sungai yang sudah mengering yang terbentang memotong jalan yang kita lalui. Jalan pun beralih menjadi jalan tanah berbatu dan masih naik turun bukit. Sungguh perjalanan panjang yang penuh tantangan. Sesekali kami berhenti sejenak untuk berfoto di pinggir pantai yang kami lewati. Sungguh indah pemandangan disini, laut yang biru bening dipadukan dengan ombak putih membentur karang seolah-olah berusaha menaklukkan keperkasaan batu karang yang berdiri kokoh.



Hal yang tidak kami bayangkan sebelumnya. Tebing berukir indah berwarna gradasi merah marun, pink, coklat dan kelabu itu tampak jelas dari jalan raya, terutama di sisi sebelah kanan, karena tertimpa sinar matahari. Pilar-pilar batu berwarna merah muda dengan puncak berbentuk mirip jamur berwarna merah tua juga tampak seksi menggoda. Rasanya bahagia tak terkira bisa menemukan salah satu keajaiban alam yang letaknya sangat tersembunyi ini. Perjuangan berat untuk mencapai tempat ini terbayar lunas begitu saya bisa melihat dengan mata kepala sendiri tebing dan pilar-pilar batu yang sangat mempesona ini.


                                                 Kelebba Maja

Saya ingin segera mendekati, menyentuh dan memeluknya. Namun, saya masih harus bersabar, karena lokasi itu berada jauh di bawah sana. Kami harus berjalan menuruni bukit, menyusuri jalan setapak beberapa ratus meter di antara tanaman berduri dengan rute yang tak begitu jelas. Sesekali kami harus berbalik arah karena salah jalan. Memang, tak ada jalan pintas menuju surga. Kelebba Maja, nama tempat yang saya maksud.







Tempat ini masih dianggap keramat oleh warga sabu karena merupakan tempat untuk pemujaan terhadap Dewa Maja dan tempat untuk menyelenggarakan upacara adat. Turis ataupun pengunjung yang ingin mengunjungi Kelebba Maja harus ditemani pemandu/warga sabu. Setelah berjalan sekitar lima belas menit, menyusuri jalan setapak yang penuh pohon berduri di kanan kirinya, akhirnya kami benar-benar di depan Kelebba Maja. Pilar-pilar batu dengan warna warni indah benar-benar di depan mata saya. Pilar-pilar batu bertopi mirip jamur di Kelebba Maja berada di lembah dengan tebing-tebing berukir cantik penuh warna, membuat saya takjub dan tak bisa berkata-kata. Saya seperti tak percaya dengan pemandangan bak di negeri dongeng, yang ada di depan saya. Saya benar-benar bersyukur bisa menyaksikan dengan mata kepala sendiri, salah satu keajaiban alam yang dimiliki Indonesia. Mungkin Tuhan sedang tersenyum saat menciptakan Kelebba Maja, sehingga tercipta pahatan alam yang begitu menakjubkan. Saya berdoa dalam hati semoga Kelebba Maja tetap alami dan bebas dari tangan jahil yang merusak keindahannya.

Matahari sudah hampir tenggelam, kami pun bergegas untuk segera meninggalkan Kelebba Maja. Terlebih saya sedang menjalankan ibadah puasa. Sebenarnya saya belum puas dan masih ingin menikmati keindahan tebing ini, tapi mengingat jalan panjang (dan tidak bagus) yang harus ditempuh untuk kembali ke hotel, terpaksa kami harus meninggalkan Kelebba Maja. Sambil berjalan mendaki bukit menuju jalan raya, saya pun berfikir kelak saya pasti akan merindukan tempat ini (Fr).